Hal ini sangat mengkhatirkan Eropa. Uni Eropa berusaha untuk menyelamatkan minyak kedelai yang semakin lama semakin tergerus dengan produk minyak sawit. Apalagi diketahui bahwa minyak sawit terdapat unsur bahan transgenic yang belum dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Selain itu untuk memproduksi suatu volume yang sama minyak kedelai membutuhkan lahan yang luas.
Eropa dan Amerika tidak cocok untuk menanam sawit. Sehingga minyak nabati AS dan Eropa mengandalkan minyak kedelai dan minyak sayur lainnya yang menjadi produk andalan petani Eropa dan Amerika. Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm setahun. Kondisi seperti ini ada di Asia Teneggara.
Banyak alasan mengapa minyak sawit lebih layak menggantikan minyak kedelai dan minyak sayur lainnya. Tanaman kedelai adalah adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti minyak nabati, kecap, tahu, dan tempe. Tanaman sejenis ini tidak produktif untuk memproduksi oksigen, sedangkan kepala sawit sangat rakus menhisap carbon dan memproduksi oksigen. Sehingga untuk mendapatkan minyak kedelai tidak seekonomi minyak sawit. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelapa sawit tumbuh lebih baik di Malaysia dan Indonesia akibat pasokan sinar matahari yang relatif lebih banyak.
Ongkos produksi minyak sawit yang lebih rendah mengakibatkan minyak kedelai tidak mampu bersaing. Secara kualitas minyak sawit lebih unggul dari minyak kedelai. Kandungan Trans Fatty Acid (TFA) yang berbahaya bagi kesehatan yang ditemukan di minyak kedelai telah mendorong konsumen beralih ke minyak sawit yang bebas TFA.
Harga yang lebih mahal dan keamanan yang belum dapat dipertanggungjawabkan pada minyak kedelai inilah yang menyebabkan pasar lebih tertarik untuk membeli minyak sawit yang berasal dari Indonesia dan Malaysia. Tidak dapat dihindari, dominasi minyak kedelai akhirnya tergeser oleh minyak sawit. Pada tahun 2004 produksi dan konsumsi minyak sawit melampaui volume minyak kedelai, 2 tahun lebih cepat dari perkiraan semula.
Demi untuk menyelamatkan industry minyak kedelainya Uni Eropa melakukan kecurangan dengan melakukan kampanye negative terhadap minyak kelapa sawit.
Kampanye anti minyak tropis oleh negara-negara maju ini dilakukan dengan menyebarkan isu miring mengenai produk minyak sawit Indonesia membuat persaingan yang tidak sehat antara produsen CPO Indonesia dan Malaysia. Jika para stakeholder di bidang tersebut tidak segera melakukan klarifikasi terhadap para konsumen di luar negeri, industri CPO Indonesia akan mengalami kemandegan. Uni Eropa menuntut Indonesia dan Malaysia untuk melabelkan produknya dengan ecolabeling, tetapi penilaian sebagai produk ramah lingkungan harus dilakukan oleh Negara-negara di Eropa. Jelas ini adalah sebuah konpirasi buruk untuk mengembargo produksi minyak sawit negara-negara ASEAN.
Kampanye negatif ini Uni Eropa ini mengangkat isu pemanasan global, seakan perkebunan kelapa sawit sangat merusak alam dan ikut dikecam sebagai penyebab pemanasan global, padahal sesungguhnya tanaman kedelai yang sejenis polong-polongan ini membutuhkan lahan yang lebih luas untuk volume hasil yang sama dengan perkebunan sawit. Pertanian Kedelai membutuhkan 10 kali lipat luasan lahan kelapa sawit.
Justru pertanian kedelai yang menyebabkan pemanasan lingkungan, karena tidak produktif untuk menyerap karbon dan menghasilkan oksigen, sebaliknya perkebunan kelapa sawit sangat rakus karbon dan produktif menghasilkan oksigen. Tanah untuk pertanian kedelai berulang ulang harus diolah yang mengakibatkan pencemaran terlepasnya karbon dioksida dari tanah ke atmosfir. Selain itu juga seperti yang di ungkapkan oleh Menteri Pertanian Anton Apriyanto bahwa LSM internasional mencoba mengangkat juga mengenai kematian orang hutan akibat perkebunan sawit. Padahal perkebunan sawit itu hanya cocok dari tanah yang berasal dari areal semak blukar, bukan hutan habitat orang hutan. Jelas ini sebuah kekeliruan yang disengaja.
Uni Eropa juga menekan perusahaannya yang berproduksi di Indonesian dan Malaysia, seperti contoh Unilever yang beroperasi di Indonesia harus menyetop pembelian minyak sawit dari industri sawti di Indonesia, dengan alasan industry tersebut pemicu pemanasan global. Perusahaan AS dan Eropa lain juga melakukan hal yang walaupun beroperasi di Indonesia, sehingga banyak bahan bakunya harus import dari Negara-negara Eropa.
Pemerintah hendaknya bertindak tegas dengan perusahaan yang ikut kampanye negatif Uni Eropa ini, dan harus diberi tindakan melalaui regulasi atau tindakan administratif. Tindakan ini juga bersifat propokatif dan merusak perekonomian kita, terutama terhadap masyarakat yang terkait langsung atau tidak langsung dengan industry minyak sawit ini.
Dari hasil penelitian menyebutkan bahwa minyak sayur dari CPO terbukti tidak membahayakan kesehatan. Tanaman kelapa sawit dijamin tidak merusak lingkungan. Kampanye negative Uni Eropa tidaklah tulus untuk memerangi pemanasan global tetapi justru jahat dan akan memicu penanaman pertanian kedelai yang tidak memiliki kemampuan menghasilkan oksigen, dan justru menghabiskan lahan hutan.
Untuk menanggapi kampanye negatif ini Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia bekerja sama untuk melakukan counter kampanye yang berusaha untuk mencap negative terhadap perkebunan sawit. Di Indonesia hampir 2 juta orang yang tergantung dalam indutri minyak sawit dari para pekerja perkebunan, investor perkebunan, distribusi, pengolahan dan perdagangan. Pada tahun 2007 Indonesia akan menjadi penghasil minyak nabati terbesar di dunia, dengan proyeksi produksi minimal 17 juta ton per tahun. Sawut memiliki potensi ekonomi yang besar bagi Indonesia. Demikian juga dengan Malaysia yang cukup banyak juga masyarakatnya yang mencari nafkah dalam industry minyak sawit ini. Pemerintah Indonesia dan Malaysia jelas harus melawan kampanye negatif tersebut karena kampanye negatif mereka penuh dengan tipu muslihat yang memutarbalikkan fakta.